Tuesday, July 3, 2012

Surat Untuk Mama Tersayang

 Surat Untuk Mama Tersayang

 Mama tersayang,
Saat ini aku ada di surga, duduk di pangkuan Tuhan. Tuhan sangatlah mengasihiku dan Ia turut menangis bersamaku. Ia menangisi hatiku yang telah dihancurkan. Sebelumnya aku amat diinginkan untuk menjadi seorang gadis kecil.
Aku tak begitu mengerti tentang apa yang telah terjadi. Aku dulu begitu senang diriku saat aku mulai menyadari keberadaanku. Aku ada di dalam tempat yang gelap namun nyaman. Kupandangi jari tangan dan kakiku. Alangkah cantik diriku dalam masa perkembanganku, walaupun belum dekat masanya sampai tibanya saat aku telah siap meninggalkan lingkunganku itu.
Aku habiskan sebagian besar waktuku dengan tidur ataupun berfikir. Bahkan pada hari hari terawal hidupku, aku merasakan hubungan istimewa antara aku dan Mama. Kadang aku mendengar Mama menangis. Kadang kadang Mama berteriak atau menjerit, lalu menangis. Kudengar Papa balik berteriak, aku merasa sedih dan berharap bahwa Mama akan segera pulih. Aku berfikir, kenapa kiranya Mama sering menangis. Pernah hampir seharian Mama menangis. Aku turut sedih. Tak dapat kubayangkan kenapa Mama sesedih itu.
Pada hari yang sama, sesuatu yang mengerikan terjadi. Monster yang amat mengerikan memasuki tempat yang hangat dan menyenangkan tempat aku berada. Aku amat takut dan mulai berteriak, namun tak sekalipun engkau mencoba menolongku. Mungkin engkau tak pernah mendengarku.
Monster itu dekat dan lebih dekat lagi, sedang aku berteriak dan berteriak lagi, “Mama, Mama… tolonglah aku; Mama, tolong aku” Lengkaplah teror yang kualami. Aku berteriak dan berteriak hingga kufikir aku tak mampu lagi melakukannya. Lalu monster itu mengoyakkan lenganku. Amat sakit rasanya, nyerinya tak dapat kuterangkan. Teror itu tak berhenti, Oh, betapa aku memohon kepadanya untuk berhenti. Aku berteriak ngeri saat monster itu mengoyak lepas tungkaiku.
Walaupun aku telah mengalami teror seperti itu, aku masih sekarat. Kutahu aku takkan pernah memandang wajah Mama, atau mendengar Mama berkata kepadaku betapa Mama menyayangiku. Aku ingin melenyapkan semua air mata Mama. Kubuat banyak rencana untuk membuat Mama bahagia. Aku tak bisa; seluruh mimpiku telah buyar. Walau aku berada dalam nyeri dan kengerian yang hebat, di atas semuanya aku merasakan nyerinya hatiku yang hancur. Aku tak mengharapkan sesuatu selain menjadi anak Mama.
Tak ada gunanya lagi kini, aku telah mengalami kematian yang menyakitkan. Aku hanya dapat membayangkan hal hal buruk yang telah mereka buat terhadap diri Mama. Aku ingin memberitahu Mama sebelum aku pergi bahwa aku mencintai Mama, namun aku tak tahu kata kata apa yang Mama dapat mengerti. Dan segera sesudahnya, aku tak lagi memiliki nafas untuk mengucapkannya; aku mati.
Aku merasakan kebangkitan diriku. Aku dihantar oleh malaikat memasuki tempat besar yang indah. Aku masih menangis, namun sakit fisik kini telah lenyap. Malaikat itu membawaku kepada Tuhan, lalu meletakkanku di pangkuanNya. Ia berkata bahwa Ia mencintaiku, dan bahwa Ia adalah Bapaku. Maka aku gembira. Aku menanyakan apakah kiranya yang telah membunuhku. Ia menjawab, “Aborsi. Aku menyesal, anakKu; sebab Aku tahu bagaimana rasanya.” Aku tak tahu apa itu aborsi; kufikir itu adalah nama dari monster tadi.
Aku menulis untuk mengatakan aku mencintai Mama dan untuk memberitahu Mama betapa inginnya aku menjadi gadis kecil Mama. Aku telah berjuang keras untuk hidup. Aku ingin hidup. Aku punya kemauan itu, tapi aku tak sanggup; monster itu terlampau kuat.
Monster itu telah menyedot lepas lengan dan tungkaiku, kemudian seluruh diriku. Tak mungkin untuk hidup. Aku ingin Mama tahu bahwa aku telah berjuang untuk tetap tinggal bersama Mama. Aku tak ingin mati.
Mama, tolong awasi pula si monster aborsi. Mama, aku sayang Mama. Dan aku juga tak suka Mama mengalami nyeri seperti yang telah kualami.
Tolong hati hati.
Dengan Cinta,
Bayi yg menyayangimu

By;  Sufrannawa

==========================================================
Apa kabar sayang?Apa kau masih ingat pada Mama Maryam-mu ini? Ah, sudah lama sekali kita tak bertemu. Mama rindu sekali padamu. Hingga tak tahan lagi mama menuangkannya dalam surat ini. Dan mungkin saat surat ini sampai di tanganmu, mama sudah tidak ada di dunia ini. Tapi ijinkanlah mama bercerita sayang tentang masa-masa terindah yang Allah berikan pada mama saat bersamamu.
Kau ingat hari itu saat hujan deras mengguyur kota Palembang. Kau dengan kaki kecilmu berlarian sepanjang trotoar. Saat itu hati mama berdetak. Seperti ada yang menggerakkan mama untuk mengajakmu mampir. Dan mama sungguh iba padamu saat kau bercerita tentang orang tuamu hingga mama pun dengan senang hati membawakanmu berbagai makanan enak, mendengar cerita-ceritamu. Tanpa alasan, mama melakukan semua itu. Entah kenapa mama hanya ingin membahagiakanmu.
Dan kau menunjukkan buku kumpulan cerpenmu pada mama. Kau tahu sayang, seketika mama teringat pada almarhum suami mama. Sebelum kandungan mama lahir, dia sempat berkata bahwa dia ingin sekali anaknya yang lahir kelak mewujudkan cita-citanya yang tak kesampaian yaitu menjadi seorang penulis terkenal. Hati mama haru sekali saat melihat tulisanmu itu. Lantas mama tergerak untuk mengirimkannya ke majalah.
Dan hari itu, mama bertemu kembali dengan wanita yang selalu memandang rendah mama. Mama tidak tahan dan pergi. Lalu kau pun datang,dan mengakui bila itu tantemu. Seketika perasaan mama jadi campur aduk setelah menyadari kau adalah putri kandungku. Ya Faila kau putri kandungku yang dengan teganya telah mama jual pada pasangan suami istri yang kini kau sebut sebagai kedua orang tuamu. Beribu rasa syukur mama panjatkan hari itu. Sudah lama mama memimpikan untuk bertemu dengan putri mama dan dia ada di hadapan mama.
Saat kau tidur, mama pandangi wajah mungilmu tanpa henti. Sungguh mama takut sekali kehilanganmu. Tapi batin mama berontak. Di satu sisi mama ingin selalu bersamamu, tapi di sisi lain, kau sudah punya keluarga sendiri, yang lebih menjamin kehidupanmu. Ya, akan jadi apa kau bila bersama mama. Akhirnya mama memilih kebaikanmu daripada perasaan mama sendiri. Kau harus pulang  pada orang tuamu.
Mama mengantarmu pulang dan memberitahumu tentang cerpenmu yang akan dimuat. Kau sangat senang sekali. Mama pandangi kau membacakan puisi itu. Mama merasa puisi untuk mama. Batin mama bergejolak lagi. Mama pandangi dirimu sebelum kau tiba di rumahmu. Saat itu mama ingin sekali Allah mengembalikan suara mama. Saat itu saja, mama ingin mengatakan, ”Faila,kau putri kandungku.”
Orang tuamu lalu datang dengan cemas. Kau berteriak senang melihat orang tuamu. Mendadak, hati mama pedih, merasa tersingkir. Apalagi, dari sikap kedua orang tuamu yang marah, takut sekali rahasia ini terbongkar, mama sadar mereka memang lebih baik buatmu Faila. Kau memang pantas dapatkan yang terbaik, putriku.
Dan ya, bila hari itu mama menuruti keegoisan mama, kau pasti takkan bisa menjadi editor terkenal seperti sekarang ini. Sungguh mama bangga padamu. Kau sudah mewujudkan mimpi ayahmu, Nak.
Maafkan mama yang baru sekarang memberitahu semua ini padamu. Mama tak mau membuatmu sedih bahkan marah pada orang tuamu yang mungkin saja menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Jangan marah pada mereka ya, anakku. Tolong pahami perasaan mereka yang tak mau kehilangan dirimu. Jangan marah sayang.
Ah, mama tak tahan lagi. Ayahmu pagi tadi datang menjemput mama. Maaf tak ada yang bisa mama berikan padamu selain surat ini. Jaga dirimu baik-baik ya. Maaf mama tak bisa menemuimu. Biarlah Tuhan yang menyampaikan betapa cinta dan rindu mama padamu. Dan semoga kita dipertemukan lagi pada saatnya nanti di surga-Nya.

No comments:

Post a Comment